Tuesday, March 8, 2011

Aktualisasi Ideologi Pancasila di Era Globalisasi

  1. Pendahuluan

Dunia kini tengah mengalami perubahan drastis dengan berbagai kemajuan yang telah dicapai. Perubahan wajah dunia telah membawa pengaruh bagi perubahan sosial di Tanah Air. Perubahan sosial yang terjadi tentu tak bisa dipandang sebelah mata mengingat perubahan tersebut mengandung kekuatan dan dinamika yang menyangkut tata nilai, sikap, dan tingkah laku bangsa dan rakyat Indonesia. Bagi bangsa dan rakyat Indonesia yang membangun bangsa dan negara dengan kekuatan dan kepribadian sendiri, perubahan sosial tak berarti westernisasi atau kebarat-baratan.

Dalam arus globalisasi saat ini dimana tidak ada lagi batas-batas yang jelas antar setiap bangsa di dunia rakyat dan bangsa Indonesia harus membuka diri. Dahulu, sesuai dengan sikap dasarnya, rakyat Indonesia dengan tangan terbuka menerima masuknya pengaruh budaya Hindu, Islam, serta masuknya kaum barat yang akhirnya melahirkan kolonialisme. Pengalaman pahit berupa kolonialisme tentu sangat tidak menyenangkan untuk kembali terulang masa kini. Patut diingat bahwa pada zaman modern sekarang ini wajah kolonialisme dan imperialisme tidak lagi dalam bentuk fisik, tetapi dalam wujud lain seperti penguasaan politik dan ekonomi. Meski tidak berwujud fisik, tetapi penguasaan politik dan ekonomi nasional oleh pihak asing akan berdampak sama seperti penjajahan pada masa lalu, bahkan akan terasa lebih menyakitkan.

Dalam pergaulan dunia yang kian global, bangsa yang menutup diri rapat-rapat dari dunia luar bisa dipastikan akan tertinggal oleh kemajuan zaman dan kemajuan bangsa-bangsa lain. Bahkan, negara sosialis seperti Uni Soviet (yang terkenal anti dunia luar) tidak bisa bertahan dan terpaksa membuka diri. Maka, kini, konsep pembangunan modern harus membuat bangsa dan rakyat Indonesia membuka diri. Dalam upaya untuk meletakan dasar-dasar masyarakat modern, bangsa Indonesia bukan hanya menyerap masuknya modal, teknologi, ilmu pengetahuan, dan ketrampilan, tetapi juga terbawa masuk nilai-nilai sosial politik yang berasal dari kebudayaan bangsa lain.

Ketika globalisasi tidak disikapi dengan cepat dan tepat maka hal ia akan mengancam eksistensi kita sebagai sebuah bangsa. Globalisasi adalah tantangan bangsa ini yang bermula dari luar, sedangkan pluralisme sebagai tantangan dari dalam yang jika tidak disikapi secara bijak tentu berpotensi menjadi masalah yang bisa meledak suatu saat nanti. Berhasil atau tidaknya kita menjawab tantangan keterbukaan zaman itu tergantung dari bagaimana kita memaknai dan menempatkan Pancasila dalam berpikir dan bertindak.

Salah satu lokomotif globalisasi adalah teknologi informasi dan komunikasi. Teknologi ini berimplikasi pada cepatnya proses informasi dan komunikasi di seluruh belahan dunia. Kalau dulu pernah ada slogan “dunia tak selebar daun kelor” maka di era globalisasi slogan itu sebenarnya telah usang, karena kenyataannya memang “dunia selebar daun kelor”, Dunia menjadi sedemikian sempit dan kecil. Semua peristiwa yang terjadi di suatu belahan dunia dapat langsung disaksikan detik itu juga di penjuru dunia lain, sekecil apapun kejadian itu, dari peristiwa pemilihan presiden sampai perselingkuhan seorang wakil rakyat. Begitu pula apa yang dilakukan oleh suatu kelompok masyarakat dunia dapat juga dilakukan oleh komunitas lainnya dalam model dan kualitas yang tidak berbeda.

Beberapa ciri penting (sekaligus sebagai implikasi) globalisasi adalah: Pertama, hilangnya batas antarnegara (borderless world), maraknya terobosan (breakthough) teknologi canggih, telekomunikasi dan transportasi, sangat memudahkan penduduk bumi dalam beraktivitas. Dengan berdiam di rumah atau di ruang kantor, seseorang bisa bebas selancar ke seluruh isi dunia, sampai-sampai rencana pembunuhan pun bisa diketahui sebelumnya.

Tanpa disadari sebenarnya saat ini bangsa Indonesia sedang terlibat dalam suatu peperangan dalam kondisi terdesak hampir terkalahkan. Kita dapat saksikan dengan kasat mata terpinggirkannya nilai-nilai luhur budaya bangsa seperti kekeluargaan, gotong-royong, toleransi, musyawarah mufakat dan digantikan oleh individualisme, kebebasan tanpa batas, sistem one man one vote dan sebagainya.

  1. Pembahasan

Bangsa dan rakyat Indonesia kini seakan-akan tidak mengenal dirinya sendiri sehingga budaya atau nilai-nilai dari luar baik yang sesuai maupun tidak sesuai terserap bulat-bulat. Nilai-nilai yang datang dari luar serta-merta dinilai bagus, sedangkan nilai-nilai luhur bangsa yang telah tertanam sejak lama dalam hati sanubari rakyat dinilai usang. Lihat saja sistem demokrasi yang kini tengah berkembang di Tanah Air yang mengarah kepada faham liberalisme. Padahal, negara Indonesia (seperti ditegaskan dalam pidato Bung Karno di depan Sidang Umum PBB) menganut faham demokrasi Pancasila yang berasaskan gotong royong, kekeluargaan, serta musyawarah dan mufakat.

Di depan Sidang Umum PBB, 30 September 1960, Presiden Soekarno menegaskan bahwa ideologi Pancasila tidak berdasarkan faham liberalisme ala dunia Barat dan faham sosialis ala dunia Timur. Juga bukan merupakan hasil kawinan keduanya. Tetapi, ideologi Pancasila lahir dan digali dari dalam bumi Indonesia sendiri. Secara singkat Pancasila berintikan Ketuhanan Yang Maha Esa (sila pertama), nasionalisme (sila kedua), internasionalisme (sila ketiga), demokrasi (sila keempat), dan keadilan sosial (sila kelima).

Sistem politik yang berkembang saat ini sangat gandrung dengan faham liberalisme dan semakin menjauh dari sistem politik berdasarkan Pancasila yang seharusnya dibangun dan diwujudkan rakyat dan bangsa Indonesia. Terlihat jelas betapa demokrasi diartikan sebagai kebebasan tanpa batas. Hak asasi manusia (HAM) dengan keliru diterjemahkan dengan boleh berbuat semaunya dan tak peduli apakah merugikan atau mengganggu hak orang lain. Budaya dari luar, khususnya faham liberalisme, telah merubah sudut pandang dan jati diri bangsa dan rakyat Indonesia. Pergeseran nilai dan tata hidup yang serba liberal memaksa bangsa dan rakyat Indonesia hidup dalam ketidakpastian. Akibatnya, seperti terlihat saat ini, konstelasi politik nasional serba tidak jelas. Para elite politik tampak hanya memikirkan kepentingan dirinya dan kelompoknya semata.

Dalam kondisi seperti itu sekali lagi peran Pancasila sebagai pandangan hidup dan dasar negara memegang peranan penting. Pancasila akan menilai nilai-nilai mana saja yang bisa diserap untuk disesuaikan dengan nilai-nilai Pancasila sendiri. Dengan begitu, nilai-nilai baru yang berkembang nantinya tetap berada di atas kepribadian bangsa Indonesia. Pasalnya, setiap bangsa di dunia sangat memerlukan pandangan hidup agar mampu berdiri kokoh dan mengetahui dengan jelas arah dan tujuan yang hendak dicapai. Dengan pandangan hidup, suatu bangsa mempunyai pedoman dalam memandang setiap persoalan yang dihadapi serta mencari solusi dari persoalan tersebut.

Sebagai suatu ideologi, Pancasila merupakan model atau pola berpikir yang mencoba memberikan penjelasan atas kompleksitas realitas sebagai manusia personal dan komunal dalam bentuk bangsa. Pancasila yang merupakan satuan dari sila-silanya harus menjadi sumber nilai, kerangka berfikir, serta asas moralitas bagi pembangunan.

Aktualisasi pancasila dapat dibedakan atas dua macam yaitu aktualisasi secara obyektif dan subyektif. Aktualisasi pancasila secara obyektif yaitu aktualisasi pancasila dalam berbagai bidang kehidupan kenegaraan yang meliputi kelembagaan Negara, bidang politik, bidang ekonomi dan bidang hukum. Sedangkan aktualisasi pancasila secara subyektif yaitu aktualisasi pancasila pada setiap individu terutama dalam aspek moral dalam kaitannya dengan kehidupan bernegara dan bermasyarakat

Pancasila itu menggambarkan Indonesia, Indonesia yang penuh dengan nuansa plural, yang secara otomatis menggambarkan bagaiaman multikulturalnya bangsa kita. Ideologi Pancasila hendaknya menjadi satu panduan dalam berbangsa dan bernegara.

Para founding father kita dengan cerdas dan jitu telah merumuskan formula alat perekat yang sangat ampuh bagi negara bangsa yang spektrum kebhinekaannya teramat lebar (multfi-facet natio state) seperti Indonesia. Alat perekat tersebut tiada lain daripada Pancasila yang berfungsi pula sebagai ideologi, dasar negara serta jatidiri bangsa. Sampai kini Pancasila diyakini sebagai yang terbaik dari sekian alternatif yang ada,merupakan ramuan yang tepat dan mujarab dalam mempersatukan bangsa, sehingga Prof. Dr. Syafi'i Maarif menyebutnya sebagai “Indonesia Masterpiece” (Karya Agung Bangsa Indonesia). Namun demikian Pancasila tidak akan dapat member manfaat apapun manakala keberadannya hanya bersifat sebagai konsep atau software belaka. Untuk dapat berfungsi penuh sebagai perekat bangsa. Pancasila harus diimplementasikan dalam segala tingkat kehidupan, mulai dari kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (Pancasila), dan dalam segala aspek meliputi politik, ekonomi, budaya, hukum dan sebagainya.

1. Bidang Politik

Landasan aksiologis (sumber nilai) system politik Indonesia adalah dalam pembukaan UUD 1945 alenia IV “….. maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-undang dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang Berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemasusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia”. Sehingga sistem politik Indonesia adalah Demokrasi pancasila .

Dimana demokrasi pancasila itu merupakan sistem pemerintahan dari rakyat dalam arti rakyat adalah awal mula kekuasaan Negara sehingga rakyat harus ikut serta dalam pemerintahan untuk mewujudkan suatu cita-cita. Organisasi sosial politik adalah wadah pemimpin-pemimpin bangsa dalam bidangnya masing-masing sesuai dengan keahliannya, peran dan tanggung jawabnya. Sehingga segala unsur-unsur dalam organisasi sosial politik seperti para pegawai Republik Indonesia harus mengikuti pedoman pengamalan Pancasila agar berkepribadian Pancasila karena mereka selain warga negara Indonesia, juga sebagai abdi masyarakat, dengan begitu maka segala kendala akan mudah dihadapi dan tujuan serta cita-cita hidup bangsa Indonesia akan terwujud.

Perbaikan moral tiap individu yang berimbas pada budaya anti-korupsi serta melaksanakan tindakan sesuai aturan yang berlaku adalah sedikit contoh aktualisasi Pancasila secara Subjektif. Aktualisasi secara objektif seperti perbaikan di tingkat penyelenggara pemerintahan. Lembaga-lembaga negara mesti paham betul bagaimana bekerja sesuai dengan tatanan Pancasila. Eksekutif, legislatif, maupun yudikatif harus terus berubah seiring tantangan zaman. (Kompas, 01 April 2003). “Demokrasi sebagai suatu sistem kehidupan didalam masyarakat dijamin keleluasaannya untuk mengekspresikan kepentingan”. Pada kalimat itulah yang kemudian berkembang bahwa kepentingan kelompok cenderung akan lebih besar daripada kepentingan nasional. Demi kepentingan kelompok/partai, mereka rela menggunakan segala cara untuk mempertahankan kekuasaan dan untuk memperbesar cengkeramannya pada upaya penguasaan bangsa. Pada kenyataannya kepentingan rakyat dan kepentingan Nasional justru diabaikan pada hal mereka itu adalah konstituen yang harusnya mendapat perhatian dan kesejahteraan.

2. Bidang Ekonomi

Pengaktualisasian pancasila dalam bidang ekonomi yaitu dengan menerapkan sistem ekonomi Pancasila yang menekankan pada harmoni mekanisme harga dan social (sistem ekonomi campuran), bukan pada mekanisme pasar yang bersasaran ekonomi kerakyatan agar rakyat bebas dari kemiskinan, keterbelakangan, penjajahan/ketergantungan, rasa was-was, dan rasa diperlakukan tidak adil yang memosisikan pemerintah memiliki asset produksi dalam jumlah yang signifikan terutama dalam kegiatan ekonomi yang penting bagi negara dan yang menyangkut hidup orang banyak. Sehingga perlu pengembangan Sistem Ekonomi Pancasila sehingga dapat menjamin dan berpihak pada pemberdayaan koperasi serta usaha menengah, kecil, dan mikro (UMKM).selain itu ekonomi yang berdasarkan Pancasila tidak dapat dilepaskan dari sifat dasar individu dan sosial. Manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain untuk memenuhi semua kebutuhanya tetapi manusia juga mempunyai kebutuhan dimana orang lain tidak diharapkan ada atau turut campur.

Ekonomi menurut pancasila adalah berdasarkan asas kebersamaan, kekeluargaan artinya walaupun terjadi persaingan namun tetap dalam kerangka tujuan bersama sehingga tidak terjadi persaingan bebas yang mematikan. Dengan demikian pelaku ekonomi di Indonesia dalam menjalankan usahanya tidak melakukan persaingan bebas, meskipun sebagian dari mereka akan mendapat keuntungan yang lebih besar dan menjanjikan. Hal ini dilakukan karena pengamalan dalam bidang ekonomi harus berdasarkan kekeluargaan. Jadi interaksi antar pelaku ekonomi sama-sama menguntungkan dan tidak saling menjatuhkan.

3. Bidang Sosial Budaya

Kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, moral, hukum, adat-istiadat dan lain kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat (Soerjono Soekanto, 2005: 172).

Aktualisasi Pancasila dalam bidang social budaya berwujud sebagai pengkarakter sosial budaya (keadaban) Indonesia yang mengandung nilai-nilai religi, kekeluargaan, kehidupan yang selaras-serasi-seimbang, serta kerakyatan profil sosial budaya Pancasila dalam kehidupan bangsa Indonesia yang gagasan, nilai, dan norma/aturannya yang tanpa paksaan sebagai sesuatu yang dibutuhkan proses pembangunan budaya yang dibelajarkan/dikondisikan dengan tepat dan diseimbangkan dalam tatanan kehidupan, bukan sebagai suatu warisan dari generasi ke generasi, serta penguatkan kembali proses integrasi nasional baik secara vertical maupun horizontal.

Begitu luasnya cakupan kebudayaan tetapi dalam pengamalan Pancasila kebudayaan bangsa Indonesia adalah budaya ketimuran, yang sangat menjunjung tinggi sopan santun, ramah tamah, kesusilaan dan lain-lain. Budaya Indonesia memang mengalami perkembangan misalnya dalam hal Iptek dan pola hidup, perubahan dan perkembangan ini didapat dari kebudayaan asing yang berhasil masuk dan diterima oleh bangsa Indonesia. Semua kebudayaan asing yang diterima adalah kebudayaan yang masih sejalan dengan Pancasila. Walaupun begitu tidak jarang kebudayaan yang jelas-jelas bertentangan dengan budaya Indonesia dapat berkembang di Indonesia.

4. Bidang Hukum

Pertahanan dan Keamanan Negara harus berdasarkan pada tujuan demi tercapainya hidup manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa, harus menjamin hak-hak dasar, persamaan derajat serta kebebasan kemanusiaan dan hankam. Pertahanan dan keamanan harus diletakkan pada fungsi yang sebenarnya sebagai soatu Negara hukum dan bukannya suatu Negara yang berdasarkan kekuasaan.

Peranan Pancasila sebagai margin of appreciation di bidang hukum akan mewarnai segala sub sistem di bidang hukum, baik substansi hukum yang bernuansa “law making process”, struktur hukum yang banyak bersentuhan dengan “law enforcement” maupun budaya hukum yang berkaitan dengan “law awareness”. Peranan Pancasila sebagai margin of appreciation yang mengendalikan kontekstualisasi dan implementasinya telah terjadi pada:

a. Pada saat dimantabkan dalam Pembukaan UUD 1945 pada saat 4 kali proses amandemen

b. Pada saat merumuskan HAM dalam hukum positif Indonesia

c. Pada saat proses internal di mana The Founding Fathers menentukan urutan Pancasila.

  1. Penutup
  1. Kesimpulan

Tidak ada yang dapat mengelakan arus globalisasi yang menghampiri kita bahkan negeri ini , Globalisasi adalah tantangan bangsa ini yang bermula dari luar dan tentunya memberikan tantangan yang mau tidak mau harus dihadapi bangsa ini. Ketika globalisasi tidak disikapi dengan cepat dan tepat maka hal ini akan mengancam eksistensi kita sebagai sebuah bangsa. Indonesia sesungguhnya memiliki satu pamungkas yang menyatukan sekian potensi lokal dalam sebuah perahu untuk mengarungi arus globalisasi, yakni Pancasila. namun dengan begitu derasnya arus globalisasi yang menerpa bangsa ini, seakan memudarkan nilai-nilai pancasila yang seharusnya dapat diaktualisasikan oleh seluruh masyarakat Indonesia dalam berbagai bidang.

Bangsa dan rakyat Indonesia sangat patut bersyukur bahwa founding fathers telah merumuskan dengan jelas pandangan hidup bagi bangsa dan rakyat Indonesia yang dikenal dengan nama Pancasila. Bahwa Pancasila telah dirumuskan sebagai jiwa seluruh rakyat Indonesia, kepribadian bangsa Indonesia, pandangan hidup bangsa Indonesia, dan dasar negara Indonesia. Juga sekaligus menjadi tujuan hidup bangsa Indonesia.

Karena itu, Pancasila tak bisa terlepas dari tata kehidupan rakyat sehari-hari mengingat Pancasila merupakan pandangan hidup, kesadaran, dan cita-cita moral yang meliputi seluruh jiwa dan watak yang telah berurat-berakar dalam kebudayaan bangsa Indonesia. Kebudayaan bangsa Indonesia sejak dahulu kala telah menegaskan bahwa hidup dan kehidupan manusia bisa mencapai kebahagiaan jika dikembangkan secara selaras dan seimbang baik dalam pergaulan antar anggota masyarakat selaku pribadi, hubungan manusia dengan komunitas, hubungan dengan alam, maupun hubungan dengan Sang Pencipta.

Era globalisasi kiranya menjadi momentum yang sangat baik guna membangun tatanan dunia baru yang terlepas dari hingar-bingar perang dan kekerasan. Saat ini menjadi momentum yang sangat berharga bagi semua warga dunia untuk menghilangkan chauvinisme dan mengarahkan pandangan kepada Pancasila. Bahwa nilai-nilai luhur Pancasila yang taken for granted dapat menciptakan kondisi dunia menuju suasana yang aman, damai, dan sejahtera. Dunia menjadi aman, sesuai nilai Pancasila, karena setiap negara di dunia menghargai dan menghormati kedaulatan setiap negara lain. Kedamaian dunia tercipta, karena Pancasila sangat menentang keras peperangan dan setiap tindak kekerasan dari satu negara kepada negara lain. Dan, kesejahteraan dunia bisa tercapai, sesuai nilai-nilai Pancasila, karena kesetaraan setiap negara di dunia sangat membuka peluang kerja sama antar negara dalam suasana yang tulus, tidak dalam sikap saling curiga, serta tidak saling memusuhi.

Tata nilai universal yang dibawa arus globalisasi saat ini sebenarnya tak lebih nilai-nilai Pancasila dalam artian yang luas. Cakupan dan muatan globalisasi telah ada dalam Pancasila. Karena itu, mempertentangkan ideologi Pancasila dengan ideologi atau faham lain tak lebih dari sekadar kesia-siaan belaka. Selain itu, selama masih terjadi pergulatan pada faham dan pandangan hidup, bangsa dan rakyat Indonesia akan terus berada dalam kekacauan berpikir dan sikap hidup. Menggantikan Pancasila sebagai dasar negara tidak mungkin karena faham lain tidak akan mendapat dukungan bangsa dan rakyat Indonesia. Pancasila dapat ditetapkan sebagai dasar negara karena sistem nilainya mengakomodasi semua pandangan hidup dunia internasional tanpa mengorbankan kepribadian Indonesia.

  1. Saran

Sesungguhnya, Pancasila bukan hanya sekadar fondasi nasional negara Indonesia, tetapi berlaku universal bagi semua komunitas dunia internasional. Kelima sila dalam Pancasila telah memberikan arah bagi setiap perjalanan bangsa-bangsa di dunia dengan nilai-nilai yang berlaku universal. Tanpa membedakan ras, warna kulit, atau agama, setiap negara selaku warga dunia dapat menjalankan Pancasila dengan teramat mudah. Jika demikian, maka cita-cita dunia mencapai keadaan aman, damai, dan sejahtera, bukan lagi sebagai sebuah keniscayaan, tetapi sebuah kenyataan.

Dalam kehidupan kebersamaan antar bangsa di dunia, dalam era globalisasi yang harus diperhatikan, pertama, pemantapan jatidiri bangsa. Kedua, pengembangan prinsip-prinsip yang berbasis pada filosofi kemanusiaan dalam nilai-nilai Pancasila, antara lain:

- Perdamaian bukan perang.

- Demokrasi bukan penindasan.

- Dialog bukan konfrontasi.

- Kerjasama bukan eksploitasi.

- Keadilan bukan standar ganda.

Selain itu perlu pula digalakkan kembali penanaman nilai-nilai Pancasila melalui proses pendidikan dan keteladanan. Beberapa langkah mengantisipasi arus globalisasi yang kian datang menerpa, diantaranya:

1. kembali ke pancasila dan spirit dasar pembukaanUUD 1945

2. membangun nasionalisme

3. mengembangkan kembali konsep wawasan nusantara

4. mengangkat ‘budaya' sebagai leading sector pembangunan nasional.

5. menghargai kearifan lokal (local wisdom)

6. kanalisasi arus globalisasi

Krisis Global dan Berkembangnya Online Public Relations

Salah satu permasalahan yang dihadapi oleh manajemen perusahaan adalah situasi krisis yang melanda perusahaan. Berbagai contoh krisis perusahaan adalah kasus penyedap makanan Ajinomoto yang diduga terbuat dari bahan berasalah dari babi. Sebelumnya pernah juga terjadi krisis yang melanda pabrik biskuit dari pabrik susu yang terkait dengan isu biskuit beracun dan isu pengunaan lemak babi. Selain itu, kasus lumpur Lapindo, Omni International hospital, Garuda Indonesia, Aqua, dan masih ada kasus lainnya.

Kedua masalah tersebut telah berkembang menjadi isu nasional dan telah melibatkan banyak pihak di dalam penanganannya. Implikasi dari kedua masalah tersebut tidak hanya berpengaruh terhadap perusahaan besar, tetapi juga telah membuat perusahaan kecil dan pedagang kecil ikut merasakan akibatnya. Sekian banyak pengangguran yang terjadi, dan sekian banyak produk yang tidak laku dijual.

Disamping masalah yang sangat besar seperti contoh di atas, tidak jarang perusahaan dilanda oleh masalah yang implikasinya hanya terbatas pada ruang lingkup satu perusahaan saja. Beberapa contoh krisis yang dihadapi perusahaan adalah :

1) masalah pencemaran lingkungan oleh pabrik.

2) masalah unjuk rasa oleh pekerja.

3) masalah produk yang tidak bisa dipasarkan.

4) masalah kericuhan dengan pemerintah dalam hal peraturan yang berkaitan dengan izin usaha.

Tentu saja masih banyak contoh lain dari krisis yang dihadapi perusahaan.

Melihat contoh penanganan kasus lemak babi dan kasus biskuit beracun yang demikian besar akibatnya terkesan bahwa kebanyakan perusahaan belum mempersiapkan diri untuk menghadapi kemungkinan yang demikian.

Kurangnya persiapan perusahaan di dalam menghadapi kasus krisis seperti yang dikemukakan di atas, tidak hanya melanda perusahaan di Indonesia. Perusahaan besar di Amerikapun banyak yang tidak mempunyai progran manajemen krisis. Dari suatu survei tentang manajemen krisis yang dilakukan di USA walaupun para manajer mengakui bahwa krisis besar dapat melanda perusahaan mereka, namun hanya separuh perusahaan yang disurvei yang mengatakan mereka mempunyai ‘program manajemen krisis’(crisis management plan). Tampaknya banyak perusahaan yang mengabaikan masalah krisis ini. Mereka baru kelabakan dan menjadi panik bilamana krisis betul-betul terjadi.

Kepercayaan dan citra yang baik di mata masyarakat merupakan salah satu yang terpenting bagi eksistensi sebuah perusahaan. “Pada era persaingan sekarang ini, bukan publik yang membutuhkan perusahaan, tetapi perusahaan yang butuh public” (Ardianto, 2004: 3). Apabila kepercayaan dan citra perusahaan rusak di mata masyarakat, maka perusahaan tersebut harus bersiap-siap untuk menghadapi krisis. Suatu perusahaan yang mengalami permasalahan sudah dianggap selesai secara hukum, justru akan berdampak negative dan akan terus berkepanjangan, serta tingkat kepercayaan atau citra masyarakat menjadi turun secara tajam.

Sehubungan dengan masalah di atas, orang yang mempunyai peranan penting untuk mengembalikan citra perusahaan yang baik adalah seorang Public Relations (PR) atau Humas. “Seorang PR tidak hanya harus mempunyai technical skill dan managerial skill dalam keadaan normal, tapi PR juga harus memiliki kemampuan dalam mengantisipasi, menghadapi atau menangani suatu krisis kepercayaan (crisis of trust) dan penurunan citra (lost of image) yang terjadi” (Ruslan, 2006: 247). Selanjutnya merupakan tantangan berat adalah pemulihan citra positif (recovery of image) masyarakat terhadap kepercayaan perusahaan.

Bahkan dengan siring berkembangnya IT (information technology) dengan adanya era web 2.0, kini peran PR juga dihadapkan pada krisis skala global.

Definisi Krisis

Krisis merupakan suatu kejadian besar dan tidak terduga yang memiliki potensi untuk berdampak negatif maupun positif. Kejadian ini bisa saja menghancurkan organisasi dan karyawan, produk, jasa, kondisi keuangan dan reputasi (Laurence Barton, 1993:2)

Krisis merupakan keadaan yang tidak stabil dimana perubahan yang cukup menentukan mengancam, baik perubahan yang tidak diharapkan ataupun perubahan yang diharapkan akan memberikan hasil yang lebih baik (Steven Fink, 1986:15)

‘. . . If all other crises are added to this domain, we may consent that a crisis is as “inevitable as death and taxes” (Steven Fink, 1986: 67).

Krisis adalah situasi yang merupakan titik balik (turning point) yang dapat membuat sesuatu tambah baik atau tambah buruk. Jika dipandang dari kaca mata bisnis suatu krisis akan menimbulkan hal-hal seperti berikut :

  1. Intensitas permasalahan akan bertambah.
  2. Masalah akan dibawah sorotan publik baik melalui media masa, atau informasi dari mulut ke mulut.
  3. Masalah akan menganggu kelancaran bisnis sehari-hari.
  4. Masalah menganggu nama baik perusahaan.
  5. Masalah dapat merusak sistim kerja dan menggoncangkan perusahaan secara keseluruhan.
  6. Masalah yang dihadapi disamping membuat perusahaan menjadi panik, juga tidak jarang membuat masyarakat menjadi panik.
  7. Masalah akan membuat pemerintah ikut melakukan intervensi.

Definisi & Konsep Web 2.0

Meskipun sudah menjadi pembicaraan sejak tahun 2004, Web 2.0 bukanlah kata yang familiar bagi pengguna internet. Masih banyak pengguna yang mempertanyakan maksud dan manfaat dari penggunaan Web 2.0, terutama jika dibandingkan dengan web yang telah mereka kenal selama ini.

Ketika Web 2.0 disebut sebagai tahap kedua dari perkembangan web yang telah ada saat ini, muncul kekhawatiran akan tidak kompatibelnya versi web tersebut dengan program web browser yang dimiliki pengguna. Padahal tidak ada satupun teknologi di sisi pengguna (client) yang perlu di-upgrade untuk dapat mengakses web tersebut. Perkembangan web 2.0 lebih menekankan pada perubahan cara berpikir dalam menyajikan konten dan tampilan di dalam sebuah website. Sebagian besar cara berpikir tersebut mengadaptasi gabungan dari teknologi web yang telah ada saat ini.

Walaupun definisi mengenai Web 2.0 masih belum secara utuh diformulasikan sampai hari ini, ada pihak yang mengatakan bahwa Web 2.0 lebih menekankan pada social network atau jalinan sosial antara penggunanya seperti yang telah kita lihat selama ini dalam dunia Blog (Konek edisi 5 Februari 2006). Dengan adanya RSS di dalam Blog, informasi-informasi di dalam sebuah Blog dimungkinkan dapat diadaptasi, dikoleksi, dan di-share untuk menjadi bagian dari Blog lainnya.

Namun O’Reilly dan MediaLive International menekankan bahwa Web 2.0 merupakan sebuah platform bagi aplikasi. Mereka mendeskripsikan hal ini sebagai sebuah software yang berjalan melalui media internet dengan bantuan web browser dan tidak perlu diinstalasi terlebih dahulu seperti software-software yang umumnya kita gunakan sehari-hari. Bahkan konsep mengenai sistem operasi di dalam web juga masuk dalam definisi tersebut di dalam konferensi Web 2.0 pada tahun 2005.

Public Relations (PR)

“ Public Relatios (PR) adalah sebagai jembatan antara perusahaan atau organisasi dengan publiknya, terutama tercapainya mutual understanding (saling pengertian) antara perusahaan dengan publiknya “ (Ardianto,2004: 3). Pengertian lain dari PR adalah fungsi manajemen yang membangun dan mempertahankan hubungan baik dan bermanfaat antar organisasi dengan publik yang mempengaruhi kesuksesan atau kegagalan organisasi tersebut. Jadi, PR itu merupakan kedudukan dalam suatu perusahaan atau organisasi sebagai penghubung antar perusahaan atau organisasi dengan publiknya (Cutlip, 2000: 6).

Analisis Hubungan

Public relations (PR) sekarang ini menjadi sebuah profesi yang fenomenal di dunia global. Namun, meskipun di Indonesia peran seorang PR belum terlalu booming, sudah mulai banyak orang mengenal bahwa PR adalah sebuah profesi yang bergengsi, memiliki integritas yang tinggi, dapat memberikan pengaruh yang positif maupun negatif kepada masyarakat. Sementara di dalam negeri pada awal tahun 2009, PR menjadi suatu profesi yang paling diandalkan baik oleh organisasi maupun perusahaan yang sedang mengalami krisis.

Salah satu faktor yang mempengaruhi meningkatnya peran PR secara besar-besaran adalah krisis global. Krisis yang dialami oleh Amerika Serikat beberapa waktu lalu ternyata memiliki dampak yang sangat luas, tidak hanya bagi perekonomian beberapa negara, tetapi juga bagi perkembangan profesi PR dan web 2.0. Krisis tersebut tentu saja memberikan dampak negatif bagi kelangsungan perusahaan media cetak. Namun, dalam kenyataannya, krisis ekonomi bukanlah satu-satunya penyebab perusahaan media cetak gulung tikar. Berkembangnya web 2.0 dan pemanfaatannya untuk PR merupakan faktor yang krusial.

Web 2.0 merupakan online media yang kini banyak dimanfaatkan sebagai pengganti media cetak. Hal ini merupakan salah satu solusi dalam mengatasi masalah krisis ekonomi, yaitu untuk menekan biaya produksi. Online PR maupun online journalism memberikan beberapa kelebihan atau keuntungan yang tidak diberikan media cetak, antara lain :
1. Biaya produksi dan maintenance yang relative lebih murah.
2. Kecepatan dalam penyajian informasi.
3. Tingkat interaktif komunikasi yang jauh lebih tinggi daripada media cetak.
4. Jangkauan audience yang lebih luas, melewati batas ruang dan waktu (interkoneksitas).
5. Penyebaran informasi yang lebih cepat dan massive.

Oleh karena itu, peran media cetak mulai tergantikan oleh media online. Apalagi PR zaman ini yang sudah tidak terlalu bergantung pada publikasi di media yang berbayar. Namun, dibalik seluruh kelebihannya itu, media online juga memiliki kelemahan, seperti kurang akurat dan komprehensifnya sebuah informasi karena deadline yang sempit. Tatpi tetap saja seorang PR tidak boleh sembarangan menggunakan media online untuk mempublikasikan program-programnya, mereka harus tetap bisa menjaga kredibilitasnya agar public bisa percaya dan tidak apatis seperti sikap mereka saat ini terhadap iklan.

Social media yang menggunakan web 2.0 sudah tak jarang lagi ditemukan, seperti facebook, twitter, Wikipedia, blog, GoogleBUZZ, KasKus, dan sebagainya. Hal ini memberikan kemudahan bagi pengguna media online untuk berkomunikasi dan berinteraksi, baik dengan sesama maupun dengan perusahaan yang menggunakan web tersebut. Dalam istilah komunikasi, ini disebut “transaksional”, dimana komunikator bisa bertindak sebagai komunikan dan dalam waktu yang bersamaan komunikan juga bisa bertindak sebagai komunikator. Sehingga timbal balik bisa berlangsung secaral langsung dan cepat.

· Technological Determinism Theory

Teori ini dikemukakan oleh Marshall McLuhan pertama kali tahun 1962 dalam tulisannya The Guttenberg Galaxy: The Making of Typographic Man. Ide dasar teori ini adalah bahwa perubahan yang terjadi pada berbagai macam cara berkomunikasi akan membentuk pula keberadaan manusia itu sendiri. Teknologi membentuk individu bagaimana cara berfikir, berperilaku dalam masyarakat, dan teknologi tersebut akhirnya mengarahkan manusia untuk bergerak dari satu abad teknologi ke abad teknologi yang lain. Hal inilah yang dihadapi oleh PR saat ini. Sebelumnya PR lebih menggunakan media cetak untuk melakukan kegiatan PR mereka. Namun dengan seiring berjalannya waktu dan perkembangan teknologi, peran media cetak mulai tergantikan oleh media online. Apalagi PR zaman ini yang sudah tidak terlalu bergantung pada publikasi di media yang berbayar.

McLuhan berpikir bahwa budaya kita dibentuk oleh bagaimana cara kita berkomunikasi. Paling tidak, ada beberapa tahapan yang layak disimak. Pertama, penemuan dalam teknologi komunikasi menyebabkan perubahan budaya. Kedua, perubahan di dalam jenis-jenis komunikasi akhirnya membentuk kehidupan manusia. Ketiga, sebagaimana yang dikatakan McLuhan bahwa “Kita membentuk peralatan untuk berkomunikasi, dan akhirnya peralatan untuk berkomunikasi yang kita gunakan membentuk atau mempengaruhi kehidupan kita sendiri.”

Media adalah alat untuk memperkuat, memperkeras, dan memperluas fungsi dan perasaan manusia. Masing-masing penemuan baru betul-betul di pertimbangkan untuk memperluas beberapa kemampuan dan kecakapan manusia (Nurudin, 2007: 187).

Kebebasan dalam berinteraksi yang melewati batas ruang ini kerap kali memberikan dampak yang kurang baik, seperti isu-isu negatif tentang suatu organisasi atau perusahaan. Oleh karena itu, diperlukan online monitoring untuk meng-counter ataupun mengklarifikasi isu-isu tersebut dan dijadikan sebagai suatu peluang untuk membangun citra dan reputasi yang lebih baik lagi bagi perusahaan. Online PR tidak hanya meng-counter isu-isu tersebut, tetapi juga dapat berfungsi untuk menjalin hubungan dengan para pengguna media online (customer). Online PR disini tidak hanya difungsikan di saat krisis, tetapi juga untuk memelihara hubungan baik dengan para pengguna media online yang akhirnya akan meningkatkan citra dan reputasi perusahaan atau organisasi.

Arus informasi yang berkembang cepat menuntut perusahaan atau organiasasi untuk ikut bergerak secara cepat juga. Hal ini diwujudkan dengan menggunakan online PR yang melakukan online monitoring. Secara online, perusahaan atau organisasi dapat memberikan secara cepat dan terpercaya tanggapan mengenai isu-isu yang beredar di kalangan masyarakat mengenai perusahaan tersebut.

Kecepatan dalam pemberian informasi ini berkaitan dengan kebutuhan masyarakat akan informasi yang semakin meningkat seiring berkembangnya media online, salah satunya adalah web 2.0. Seperti yang diungkapkan oleh McLuhan, perkembangan teknologi menyebabkan terbentuknya global village. Global village adalah fenomena dimana dunia menjadi terhubung satu dengan yang lainnya karena informasi dapat diakses melampaui batas ruang dan waktu seakan-akan dunia ini sempit (desa). Sebagai contoh, penyerang Israel terhadap bala bantuan dunia melalui misi kemanusiaan Freedom Frotilla yang terjadi di laut tengah dapat diketahui oleh dunia hanya dalam hitungan menit saja. Dan seketika itu juga kecaman masyarakat dunia terhadap Israel berdatangan, baik melalui media massa maupun social media. Terutama di twitter yang menjadikan #freedomfrotilla sebagai trending topics saat itu. Contoh terkini adalah diriliisnya iPhone4 yang telah berhari-hari menjadi trending topics di twitter merupakan salah satu keberhasilan PR dari Apple Corp. yang memanfaatkan efek domino twitter yang masif secara positif.

Dari kasus-kasus diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa peran Public Relations dalam membangun komunkasi yang positif dengan publiknya tak lepas dari perkembangan dan konvergensi media yang berlangsung sangat cepat sekarang ini. Kebutuhan komunikasi masyarakat luas maupun publik secara khusus yang bersentuhan langsung dengan perusahaan pun sudah sangat saling ketergantungan. Kini perkembangan perusahaan sudah tidak lagi hanya ditentukan oleh seberapa besar penjualan yang berhasil mereka lakukan dan seberapa besar profit yang bisa mereka dapatkan, tetapi juga ditentukan seberapa baik citra dan reputasi perusahaan tersebut di mata publik. Sementara kebutuhan komunikasi public saat ini adalah web, web, dan web. Sehingga seorang praktisi PR dari sebuah perusahaan baik yang kecil maupun yang raksasa tidak bisa sedikitpun mengabaikan peran web bagi perusahaan.


Daftar Pustaka

Abdurrachman, Oemi. 1993. Dasar-dasar Public Relations. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Ardianto, Elvinaro. 2004. Public Relations: Suatu Pendekatan Praktis. Bandung: Pustaka Bani Quraisy.

Barton, Laurence. 1993. Crisis In Organizations. Cincinnati: South-Western

Broom, G.H. (2006). An open-system approach to building theory in public relations. Public Relations Review, 18(3), 141-150.

Cutlip, Scot M. 2009. Effective Public Relations. Jakarta: Prenada Media Group.

Fink, Steven. 1986. Crisis Management. New York: Amacom

Nurudin, M.Si. 2007. Pengantar Komunikasi Masa. Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Ruslan, Rosady. 2006. Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi. Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Simmons, P., & Watson, T. (2005). Public relations evaluation in Australia: Practices and attitudes across sectors and employment status, Asia Pacific Public Relations Journal, 6(2), 1-14.

http://testanirwana.wordpress.com/2010/05/11/peran-public-relations-dalam-menangani-krisis-kepercayaan-dan-menurunnya-citra-perusahaan/

http://ridwansanjaya.blogspot.com/2006/07/web-20-gelombang-baru-di-dunia.html