Wednesday, April 28, 2010

Tugas Proposal Metode Penelitian Sosial

PENGARUH KEKUATAN PERSUASI MEDIA MASSA TERHADAP FENOMENA DEMAM MENJADI IDOLA PADA MAHASISWA KOMUNIKASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG (UMM)

A. Latar Belakang Masalah

Sebagai salah satu elemen yang tidak dapat terpisahkan dalam dunia modern, media saat ini telah menjadi instrumen paling penting dalam memberikan mimpi bagi sebagian besar orang untuk menjadi populer secara instan dalam waktu singkat. Masih segar dalam ingatan ketika ajang Akademi Fantasi Indosiar muncul untuk kali pertama, disusul Indonesian Idol, dan lain sebagainya. Saat ini, acara yang serupa pun masih tetap ada dengan varian yang semakin banyak. Media dalam hal ini turut andil dalam menyebarkan demam ajang pencarian bakat, lihat saja betapa orang berbondong-bondong datang dan mendaftar dalam berbagai ajang tersebut.

Tentu saja media tidak hanya berperan membuat orang terkenal dalam berbagai kontes, bahkan dalam yang ‘menguras air mata’ pun media turut ambil bagian. Media menjadikan kisah sedih hidup seseorang menjadi suatu komoditas jual yang laris dipasaran, di mana terdapat berbagai acara yang menjadikan air mata dan kehidupan sedih yang terlalu didramatisasi sebagai nilai jual. Acara seperti Kejamnya Dunia menjual tragedi drama kehidupan manusia, maupun acara Termehek-mehek yang menjual kisah sedih percintaan. Tentu saja komersialisasi air mata tidak selalu berkaitan dengan acara yang ‘menyedihkan’, namun juga dalam acara yang ‘menggembirakan’. Ketika salah satu peserta AFI dieliminasi, media menjadikan air mata yang keluar sebagai nilai tambah acara tersebut, demikian pula ketika seorang perempuan dinobatkan sebagai Putri Indonesia, air mata pun kembali menjadi komoditas utama. Media dalam hal ini berperan sebagai pisau bermata ganda, di satu sisi media menjadi jalan bagi semua orang untuk menjadi idola dalam waktu instan, namun di sisi yang lain acara tersebut pun, tidak dapat dipungkiri, memiliki nilai jual yang cukup tinggi.

Demam menjadi idola telah berlangsung di Indonesia cukup lama, hanya saja gaungnya sangat terasa dalam enam tahun ke belakang. Ketika Akademi Fantasi Indosiar untuk kali pertama muncul, ribuan orang dari berbagai profesi dan tingkatan umur menyerbu Indosiar, demikian pula ketika Indonesian Idol dilaksanakan untuk musim pertama. Ajang pencarian bakat memang bukan hal baru, sebelumnya telah kontes-kontes yang sama. Asia Bagus misalnya, berhasil menelurkan Krisdayanti sebagai salah satu pemenang dan tetap eksis hingga saat ini.

Negara Indonesia boleh jadi merupakan negara yang memiliki media massa yang sangat kreatif ketimbang negara Asia lainnya. Media di Indonesia memiliki kebebasan untuk menciptakan berbagai kegiatan yang ditujukan untuk kepentingan media itu sendiri, meskipun dalam banyak hal mereka pun seringkali mengatasnamakan masyarakat luas. Begitu luasnya pengaruh media di masyarakat sehingga dapat dipungkiri bahwa media telah menjadi bagian integral dalam kehidupan masyarakat. Mulai dari bangun tidur hingga menjelang tidur media menyuguhkan berbagai varian acara melalui berbagai medium, apakah itu televisi, radio, surat kabar, majalah, dan lain sebagainya. Sebagai bagian integral dalam kehidupan masusia modern, media turut serta dalam berbagai usaha menyampaikan informasi, bahkan media telah bertindak lebih jauh, media menjadi penghantar paling baik dalam menyebarkan “demam” di masyarakat.

Kasus ‘demam jadi bintang’ adalah salah satu kasus yang paling baik yang dapat dilihat, betapa media telah menjadi penghantar yang sangat sempurna dalam menyebarkan demam idol tersebut. Demam itu tidak hanya menyebar di wilayah perkotaan besar, namun juga di kota-kota kecil hingga ke pelosok pedalaman dan desa terpencil. Media merupakan wahana penyampaian informasi yang luar biasa luas dan dapat diakses oleh siapapun, tentu saja dengan satu syarat bahwa sarana penyebarannya sudah dapat dijangkau. Rasanya sulit menemukan satu wilayah yang sepenuhnya terisolir dari media, terutama televisi.

Media memberikan jalan yang sangat luas bagi siapapun untuk menjadi orang terkenal, tidak peduli apa jenis kelamin anda, berapa umur anda, atau bagaimana kondisi anda saat ini. Berbagai acara ajang pencarian bakat memang memberikan jalan bagi setiap orang untuk mencapai impiannya, namun bagaimana dengan mereka yang secara fisik ‘tidak sempurna?’, media pun memberikan jalan bagi orang-orang semacam ini. Pernah kah merasa tersentuh ketika melihat acara Jalinan Kasih atau Kejamnya Dunia? Media memiliki peran yang luar biasa yang membuat mereka menjadi artis mendadak dengan penampilan yang riil. Terlepas dari fakta bahwa mereka bukan lah golongan yang beruntung atau berlimpah secara materi, namun media menjadikan kisah sedih hidup mereka sebagai komoditas jual.

Air mata memang medium yang menarik sebagai salah satu komoditas jual yang luar biasa. Ketika Nania dinyatakan harus kalah dari Delon dan Joy semua pendukung Nania menangis, meskipun Nania tidak lah secara dramatis menangis berderai air mata di panggung, namun aura kesedihan memang menyeruak hebat. Indra Lesmana bahkan secara pribadi menyatakan akan membuatkan satu lagu untuk Nania, terlepas dari motif di balik tindakan tersebut, namun setidaknya Indra berusaha mengurangi kesedihan Nania. RCTI sebagai penyelenggara memang agak mendramatisir kekalahan Nania, tiba-tiba dalam waktu satu minggu Nania telah menjadi selebritis baru, dirinya masuk dalam acara infotainmen dan menjadi perbincangan banyak orang.

Tingkah laku penggemar yang menangis ketika jagoannya tersisih atau bahkan menang tidak hanya terjadi di Indonesia. Ketika David Cook dinyatakan sebagai pemenang American Idol mengalahkan David Archuleta, semua orang menangis, baik pendukung Cook dan Archuleta menangis, meskipun dengan alasan yang berbeda. Air mata telah berubah menjadi komoditas penting yang membuat ajang pencarian bakat lebih menarik untuk disaksikan. Saya pun menyadari betapa hambarnya acara ini jika tanpa diiringi oleh drama, air mata, dan isak tangis; justru hal ini lah yang membuat acara ini disebut reality show, sebuah acara yang mempertunjukkan realitas sebagaimana adanya.

Dari latar belakang masalah di atas, penelitian ini sangat diharapkan dapat memberikan informasi tentang pengaruh kekuatan persuasi media massa terhadap fenomena demam menjadi idola yang sedang melanda tidak hanya generasi muda saja tetapi semua generasi.

B. Rumusan Masalah

1. Adakah pengaruh kekuatan persuasi media massa terhadap fenomena demam menjadi idola pada mahasiswa komunikasi UMM?

2. Sejauhmana pengaruh kekuatan persuasi media massa terhadap fenomena demam menjadi idola pada mahasiswa komunikasi UMM?

C. Tujuan

1. Ingin mengetahui ada tidaknya pengaruh kekuatan persuasi media massa terhadap fenomena demam menjadi idola pada mahasiswa komunikasi UMM.

2. Ingin mengetahui sejauhmana pengaruh kekuatan persuasi media massa terhadap fenomena demam menjadi idola pada mahasiswa komunikasi UMM.

  1. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian adalah follow up penggunaan informasi yang tertera dalam kesimpulan (Dhofir, 2000:21).

Dari setiap penelitian yang dilakukan dipastikan dapat memberi manfaat baik bagi objek, atau peneliti khususnya dan juga bagi seluruh komponen yang terlibat didalamnya. Manfaat atau nilai guna yang bisa diambil dari penulisan proposal penelitian sosial ini adalah :

  1. Segi Teoritis

a. Untuk pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam disiplin ilmu komunikasi.

b. Untuk memperkuat teori bahwa kekuatan persuasi media massa dalam efek pengaruh media massa sangat mempengaruhi audience.

  1. Segi Praktis

a. Dengan adanya penelitian ini diharapkan audience terutama mahasiswa komunikasi dapat menyaring efek dari persuasi media massa yang sangat kuat pengaruhnya khususnya pada fenomena demam menjadi idola.

b. Hasil dari Penelitian ini dapat memberikan pemahaman bagi mahasiswa, khususnya mahasiswa komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang tentang kebiasaan efek dari persuasi media massa terhadap fenomena demam menjadi idola sehingga mereka mampu untuk melihat realita yang ada.

c. Sebagai bahan munaqosyah dan bahan dokumen untuk penelitian lebih lanjut.

  1. Tinjauan Pustaka

Untuk mempelajari media massa khususnya kekuatan persuasinya, harus diakui bahwa peran gatekeeper sangatlah vital dalam melayani konsumennya. Faktanya, media massa muncul untuk meyakinkan tingkah laku, nilai dan maksud pengirim adalah kepentingan lebih besar daripada penerima. Dalam literature komunikasi massa terdapat teori yang disebut teori jarum hipodermik (hypodermic needle theory) atau teori peluru (bullet theory). Teori ini mempunyai pengaruh yang sangat kuat yang mengasumsikan bahwa para pengelola media dianggap sebagai orang yang lebih pintar dibanding audience. Akibatnya, audience bisa dikelabui sedemikian rupa dari apa yang disampaikan media massa.

Teori ini mengasumsikan media massa mempunyai pemikiran bahwa audience bisa ditundukkan sedemikian rupa atau bahkan bisa dibentuk dengan cara apapun yang dikehendaki media atau dengan kata lain audience dianggap pasif. Intinya, sebagaimana dikatakan oleh Jason dan Anne Hill (1997), media massa dalam teori Jarum Hipodermik mempunyai efek langsung “disuntikkan” ke dalam ketidaksadaran audience.

Berbagai perilaku yang diperlihatkan televisi dalam adegan filmnya member rangsangan masyarakat untuk menirunya. Padahal semua orang tahu bahwa apa yang disajikan itu semua bukan yang terjadi sebenarnya. Akan tetapi, kerena begitu kuat pengaruh televisi, audience tidak kuasa untuk melepaskan diri dari keterpengaruhan itu. Jika dibandingkan dengan media massa lain, televisi sering dituduh sebagai agen yang bisa mempengaruhi lebih banyak sikap dan perilaku audiencenya.

- Dalam melakukan kegiatan komunikasi, seorang komunikator yang melakukan kegiatan persuasi (bujukan) dan sering dikatakan bahwa sebetulnya kegiatan komunikator ketika menyampaikan pesan itu sama dengan kegiatan pembujuk atau persuader. Artinya, bagi pemberi pesan melakukan persuasi tersebut merupakan tujuan dari proses komunikasi yang dilakukan dan persuasi (komunisuasi) itu merupakan proses belajar yang bersifat emosional atau perpindahan anutan dari hal yang lama ke hal yang baru melalui penanaman suatu pengertian dan pemahaman. Menurut Otto Lerbinger di dalam bukunya Design for persuasive communication, ada beberapa model untuk merekayasa persuasi, antara lain sebagai berikut.

a. Stimulus respons

Model persuasi ini cara yang paling sederhana, yaitu berdasarkan konsep asosiasi. Misalnya jika seseorang selalu kelihatan berdua terus-menerus sepanjang waktu dan satu saat hanya terlihat sendiri, maka orang lain akan merasakan ada sesuatu yang kurang lengkap dan sudah dipastikan orang akan bertanya ke mana temannya itu. Melalui slogan atau magic word tertentu dalam iklan seperti kata-kata “three in one”, orang akan ingat pembatasan penumpang minimal tiga orang dalam satu mobil ketika melewati Jalan Protokol, Jalan Tamrin, dan Jalan Sudirman, Jakarta pada jam tertentu.

Oleh karena itu, untuk mengingatkan orang, kata-kata populer “Three in one” tersebut digunakan pada produk shampoo, Dimension.

b. Kognitif

Model ini berkaitan dengan nalar, pikiran dan rasio untuk peningkatan pemahaman, mudah dimengerti, dan logis bisa diterima. Dalam melakukan persuasi pada posisi ini, komunikator dan komunikan lebih menekankan penjelasan yang rasional dan logis. Artinya, ide atau informasi yang disampaikan tersebut tidak bisa diterima sebelum dikenakan alasan yang jelas dan wajar.

c. Motivasi

Motivasi yaitu persuasi dengan model membujuk seseorang agar mau mengubah opininya atau agar kebutuhan yang diperlukan dapat terpenuhi dengan menawarkan sesuatu ganjaran tertentu. Dengan memotivasi melalui pujian, hadiah, dan iming-iming janji tertentu melalui berkomunikasi, maka lambat-laun orang bersangkutan bisa mengubah opininya.

d. Sosial

Model persuasi ini menganjurkan pada pertimbangan aspek sosial dari publik atau komunikan, artinya pesan yang disampaikan itu sesuai dengan status sosial yang bersangkutan sehingga proses komunikasi akan lebih mudah dilakukan. Misalnya, kampanye iklan mobil mewah lebih berhasil kalau menonjolkan sesuatu yang “prestise” daripada menampilkan kelebihan mesin dan irit bahan bakarnya karena konsumen berduit lebih memperhatikan penampilan status sosialnya.

e. Personalitas

Model persuasi di sini memperhatikan karakteristik pribadi sebagai acuan untuk melihat respon dari khalayak tertentu.

- Fenomena dari bahasa Yunani; phainomenon, "apa yang terlihat", dalam bahasa Indonesia bisa berarti:

1. Gejala, misalkan gejala alam

2. Hal-hal yang dirasakan dengan pancaindra

3. Hal-hal mistik atau klenik

4. Fakta, kenyataan, kejadian.

- Menurut kamus idola berasal dari kata Bahasa Inggris idol yang artinya ialah berhala, atau patung.

- Mengikut takrifan kamus Oxford (Edisi ketiga 2001), IDOL dalam bahasa Inggris idola membawa maksud patung; berhala; pujaan; orang atau benda yang terlampau disanjung. Dalam konteks pengunaan, perkataan ini lebih sesuai menjurus kepada pemujaan benda, patung atau berhala.

F. Hipotesis

Karena masalah yang diteliti ini merupakan usaha untuk mencari ada tidaknya pengaruh, maka ada dua hipotesis yang muncul, yakni :

- Hipotesis kerja (H0) :

Adanya pengaruh kekuatan persuasi media massa terhadap fenomena demam menjadi idola pada mahasiswa komunikasi UMM.

- Hipotesis nihil (H1) :

Tidak ada pengaruh kekuatan persuasi media massa terhadap fenomena demam menjadi idola pada mahasiswa komunikasi UMM.

  1. Ruang Lingkup Penelitian

1. Ruang Lingkup Materi

Adapun yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah pengaruh kekuatan persuasi media massa terhadap fenomena demam menjadi idola pada mahasiswa komunikasi UMM.

Maka untuk mempermudah penulis dalam membahas penelitian ini, perlu kiranya penulis membuat batasan ruang lingkup materi. Adapun permasalahan yang menjadi kajian pokok dalam penelitian ini adalah terdiri dari dua variable, yakni :

· Variabel X : Kekuatan persuasi media massa

· Variable Y : Fenomena demam menjadi idola pada mahasiswa komunikasi UMM.

2. Ruang Lingkup Subjek

Subjek penelitian adalah sesuatu yang menjadi kajian pokok penelitian. Maka dari ini yang menjadi subjek adalah mahasiswa komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang.

3. Ruang Lingkup Lokasi

Lokasi adalah tempat sesuatu berada. Maka dalam hal ini adalah tempat subjek berada. Jadi lokasi penelitian ini adalah di FISIP Universitas Muhammadiyah Malang.

4. Ruang Lingkup Waktu

Waktu adalah masa kapan terjadinya sesuatu. Dalam hal ini waktu penelitian adalah pada tahun 2010.

  1. Metode Penelitian

1. Rancangan Penelitian

Dalam kegiatan penelitian, kerangka atau rancangan penelitian merupakan unsur pokok yang harus ada sebelum proses penelitian dilaksanakan. Karena dengan sebuah rancangan yang baik pelaksanaan penelitian menjadi terarah, jelas, dan maksimal.

Terkait dengan penelitian ini, maka penulis menggunakan jenis penelitian korelasional kuantitatif, yaitu sebuah penelitian yang menggunakan angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap data, serta penampilan dari hasilnya yang bertujuan untuk menemukan ada tidaknya hubungan antara dua variabel (Arikunto, 2006:270).

2. Teknik Penentuan Subjek Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian populasi, dimana seluruh populasi merupakan sample.

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian yang mencakup semua elemen dan unsur-unsur (Dhofir, 2000:36). Sedangkan sampel masih dalam buku yang sama, adalah sebagian subjek penelitian yang memiliki kemampuan mewakili seluruh data (populasi).

Dalam hal ini yang menjadi subjek penelitian adalah mahasiswa komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang.

3. Teknik Pengumpulan data

Teknik pengumpulan data adalah cara yang dipakai untuk mengumpulkan data dengan menggunakan metode-metode tertentu. Metode-metode yang akan digunakan dalam penelitian ini, antara lain :

a. Metode Angket

Angket adalah suatu teknik atau alat pengumpul data yang berbentuk pertanyaan-pertanyaan tertulis yang harus dijawab secara tertulis pula (Sukmadinata, 2004:271). Metode ini digunakan untuk mencari dan menyaring data yang bersumber dari responden.

b. Metode Wawancara

Wawancara atau interview merupakan suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan secara tatap muka, pertanyaan diberikan secara lisan dan jawabannyapun diterima secara lisan pula (Sukmadinata, 2004:222). Dengan metode ini peneliti dapat langsung mengetahui reaksi yang ada pada responden dalam waktu yang relatif singkat.

4. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data merupakan pengelolaan data dari data-data yang sudah terkumpul. Diharapkan dari pengelolaan data tersebut dapat diperoleh gambaran yang akurat dan konkrit dari subjek penelitian. Penulis juga menggunakan statistik guna membantu analisa data sebagai hasil dari penelitian ini.

Dalam penelitian ini yang menjadi Variabel X adalah Kekuatan Persuasi Media Massa, sedangkan Variabel Y adalah Fenomena Demam Menjadi Idola pada Mahasiswa UMM. Adapun rumus korelasi yang digunakan adalah Product Moment, dengan alasan karena penelitian ini terdiri dari dua variabel yang interval.

Rumus product momentnya adalah sebagai berikut :

∑xy

πxy = √(∑x²) (∑y²)

Keterangan :

πxy = Kofisien korelasi antara gejala X dan gejala Y

∑xy = Jumlah product X dan Y

∑x² = Jumlah gejala x kecil kuadrat

∑y² = Jumlah gejala y kecil kuadrat

Daftar Pustaka

Dhofir, Syarqowi, 2000. Pengantar Metodologi Riset Denagn Spektrum Islami, Prenduan: Iman Bela

Fisher, B. Aubrey, 1986. Teori-teori Komunikasi. Penyunting: Jalaluddin Rakhmat, Penerjemah: Soejono Trimo. Bandung: Remaja Rosdakarya.

http://forumm.wgaul.com/archive/index.php/t-30833.html

http://id.wikipedia.org/wiki/Fenomena

http://id.wikipedia.org/wiki/Idol

Mulyana, Dedy, 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif (Paradigma Baru Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya). Bandung: Remaja Rosdakarya.

Nurudin, M.Si, 2009. Pengantar Komunikasi Massa, Jakarta: Rajawali Pers

Purwadarminto, W.J.S Winkel; 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka

Sukmadinata, Nana Syaodih; 2004. Landasan Psikologi Proses Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya

No comments:

Post a Comment